Memahami nash al-Qur’an merupakan
salah satu kompetensi dasar bagi pelajaran pendidikan agama Islam baik
itu pada jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama maupun sekolah
menengah akhir. Teknik memahami nash al-Qur’an dapat saya sebutkan yaitu
(1) memahami ayat dengan ayat, (2) memahami al-Qur’an dengan hadits
shahih, (3) melalui pemahaman sahabat, (4) gramatika bahasa arab, dan
(5) melalui terjemahan. Permasalahn yang muncul ketika implementasi
teknik tersebut dalam sistem pendidikan di Indonesia dimana terjadi
dikotomi antara sekolah umum dan sekolah agama (tsnawiyah) maka langkah
akhir yang perlu diambil dalam memahami nash al-Qur’an yaitu dengan
teknik terjemahan.
Cara memahami nash al-Qur’an dengan teknik terjemahan dapat dilakukan melalui teori belajar pengondisian kelas agar lebih bermakna. Seperti dalam penjelasan terdahulu tentang konsep dasar teori pengondisian kelas, stimulus pengganti sungguh-sungguh bisa bekerja bahkan dalam sebuah proses pengetahuan yang tidak dilengkapi dengan sebuah elemen perasaan yang kuat. Dalam proses memahami nash al-Qur’an dengan teori pengondisian kelas tidak serta merta harus berbentuk pengondisian kelas seperti halnya yang telah saya jelaskan pada posting sebelumnya, karena proses ini tidak membutuhkan sebuah refleks sebagai titik tolaknya. Sebagaian psikolog lebih memilih menyebut proses ini dengan pengondisian yang memiliki hubungan.
Sebagai contoh seorang anak yang sudah mempelajari cara menjumlahkan dalam pelajaran matematika dengan menggunakan balok-balok kecil, maka stimulus tersebut bisa dipasangkan dengan penjumlahan tertulis hingga sang anak bisa menyelesaikan penjumlahan dalam bentuk tertulisnya. Hal ini bisa terjadi karena biarpun semula tidak memiliki kualitas refleks yang otomatis, akan tetapi sang anak memiliki pengasosiasian dengan stimulus-stimulus baru yang sama, yakni stimulus yang semula netral bagi anak.
Aplikasinya dalam Memahami Nash al-Qur’an:
Cara memahami nash al-Qur’an dengan teknik terjemahan dapat dilakukan melalui teori belajar pengondisian kelas agar lebih bermakna. Seperti dalam penjelasan terdahulu tentang konsep dasar teori pengondisian kelas, stimulus pengganti sungguh-sungguh bisa bekerja bahkan dalam sebuah proses pengetahuan yang tidak dilengkapi dengan sebuah elemen perasaan yang kuat. Dalam proses memahami nash al-Qur’an dengan teori pengondisian kelas tidak serta merta harus berbentuk pengondisian kelas seperti halnya yang telah saya jelaskan pada posting sebelumnya, karena proses ini tidak membutuhkan sebuah refleks sebagai titik tolaknya. Sebagaian psikolog lebih memilih menyebut proses ini dengan pengondisian yang memiliki hubungan.
Sebagai contoh seorang anak yang sudah mempelajari cara menjumlahkan dalam pelajaran matematika dengan menggunakan balok-balok kecil, maka stimulus tersebut bisa dipasangkan dengan penjumlahan tertulis hingga sang anak bisa menyelesaikan penjumlahan dalam bentuk tertulisnya. Hal ini bisa terjadi karena biarpun semula tidak memiliki kualitas refleks yang otomatis, akan tetapi sang anak memiliki pengasosiasian dengan stimulus-stimulus baru yang sama, yakni stimulus yang semula netral bagi anak.
Aplikasinya dalam Memahami Nash al-Qur’an:
- Pilihlah sebuah surat atau ayat dalam al-qur’an yang akan kita jadikan bahan pembelajaran (misal surat al-fatihah)
- Perintahkan pada siswa untuk menghafalkan terjemahan surat tersebut baik per ayat maupun langsung secara keseluruhan
- Lakukanlah test hafalan terjemahan tersebut di depan kelas, setelah siswa merasa hafal lanjutkan dengan memberikan perintah menghafal surat dalam bahasa arab pada pertemuan berikutnya.
- Langkah terakhir dari kegiatan ini, lakukan test hafalan ayat tersebut dalam bahasa arab disertai terjemahannya secara perlahan-lahan.
Sebagai penutup bahan diskusi
pada kesempatan kali ini, saya merasa yakin bahwa setelah menerapkan
teknik yang telah dibahas diatas, seorang siswa yang telah mengalami
pengondisian dengan teknik ini dibanding dengan siswa lain yang tidak
menggunakan teknik pengondisian hubungan maka dalam jangka panjang
manfaat penggunaan teknik ini akan bermanfaat bagi siswa, baik itu
ketika membaca surat dalam sholatnya maupun kegiatan lain daripada hanya
sekedar membaca al-Qur’an tanpa mengerti arti maupun terjemahannya.